Oktovianus Sondegau adalah seorang kepala suku Moni yang cukup disegani di wilayah pegunungan tengah, Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua. Selain kekayaannya yang melimpah, pria paruh baya itu populer karena memiliki 22 istri. Kekayaan Oktovianus bukan warisan orang tua. Dia membanting tulang sejak masih remaja.
Pria yang tubuhnya sudah membungkuk ini menikah pertama kali pada usia remaja, 15 tahun. Bersama istri pertamanya, dia menjalani kehidupan dari nol. Kesulitan hidup silih berganti harus dihadapi Oktovianus dan istri. Namun,dia tetap tegar menjalaninya. Untuk mencukupi kehidupan rumah tangganya dia bekerja keras keras dengan berkebun dan beternak. Berkat ketekunan dan keuletannya, kehidupan keluarga Oktovianus terus membaik. Saat itulah tebersit niat Oktovianus untuk mengawini perempuan-perempuan yang lain. Yang menarik, saat mencari perempuan yang akan dinikahi, Oktovianus selalu ditemani istri pertamanya. Istri pertamanya bagaikan sesosok Ibu bahkan istri pertamanyalah yang selalu mencarikan istri dan memberi restu. Ketika sang istri pertama meninggal dunia, Oktotavianus merasa sangat kehilangan. Untuk menunjukkan rasa duka yang mendalam, dia sampai rela memotong jari kelingking tangan kirinya lalu membuangnya di sungai untuk membuktikan rasa cinta dan kesetiaannya.
Hasil pernikahan dengan 22 perempuan idamannya itu, Oktavianus dikaruniai sekitar 100 anak. Sebagian anaknya itu sudah beranak pinak sehingga kini dia juga memiliki puluhan cucu dan cicit. Hebatnya, di antara anak-anaknya, banyak yang menjadi orang penting di pemerintahan. Misalnya, ada yang menjadi anggota DPRD, kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Intan Jaya, dan banyak lagi yang menjadi pegawai negeri sipil. Ada juga yang masih sekolah tingkat SD hingga perguruan tinggi. Sekolah mereka dibiayai sang kepala suku yang disegani ini. Bahkan, sampai si anak menikah dan butuh modal usaha, Oktovianus tetap mau bertanggung jawab. Selain memilihara babi hingga ratusan, kepala suku yang dikenal kaya raya itu juga mempunyai harta berupa kulit ‘bia’ yang sewaktu-waktu bisa dijual dengan harga selangit. Berkisar Rp 20 hingga 500 juta. Kulit ‘bia’ merupakan hasil laut yang sangat terkenal di Intan Jaya. Kalau membutuhkan sesuatu, Oktovianus cukup menukarkan kulit ‘bia’ dengan sejumlah babi milik penduduk. Kulit ‘bia’ juga bisa dipakai untuk membayar denda adat atau mas kawin. Tidak sembarang orang bisa mendapatkan kulit ‘bia’ yang bermutu tinggi. Hanya orang-orang tertentu yang mempunyai kelebihan pengamatan.

Meskipun memiliki keturunan banyak, Oktavianus sama sekali tidak lupa dengan nama anak-anaknya. Alasannya memang sejak lahir hingga dewasa, seluruh anak-anaknya dia rawat sendiri bersama ibu mereka masing-masing. Dari setiap istri, Oktavianus mendapatkan 5 sampai 8 anak. Belum lagi dari istri yang dibawa kabur laki-laki lain. Dia mengakui, walaupun sebagian anaknya telah hidup sukses dan memiliki harta, saat mendapatkan masalah atau hendak menikahi perempuan, mereka akan datang memohon restu sekaligus meminta babi dan kulit bia kepadanya.

Meski telah memiliki istri banyak dengan usia yang sudah menginjak 75 tahun, Oktovianus masih ingin menikah lagi. Oktovianus memiliki alasan bahwa tindakannya itu dilakukan berdasar firman Tuhan yang termuat pada Alkitab, yaitu terdapat dalam Kejadian Pasal 1 : 28: Beranak-cuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukkanlah itu. Pasal ini yang menjadi dasar Oktovianus menikahi banyak perempuan dan terus dikaruniai banyak anak. Oktavianus berkeyakinan, hasil perkawinan itu dapat mengisi wilayah Intan Jaya dan membangun di kabupaten pemekaran Paniai, lelaki tua ini ingin anak dan cucunya menguasai wilayah tersebut.
Tentang keyakinan, Oktovianus menyerahkan kebebasan penuh kepada para istri dan anak-anaknya. Oktovianus sendiri menganut agama Kristen Protestan (Kingmi). Namun, dia tak memaksa para istrinya untuk ikut agama yang dianutnya itu. Harta kekayaan yang melimpah dan sikap Oktovianus yang bijak dan adil dalam menafkahi istri-istrinya membuat para orang tua perempuan tidak segan-segan menjodohkan anaknya dengan Sonowi yang satu ini. Hebatnya lagi, perempuan yang dinikahi tidak hanya dari satu suku, melainkan dari empat suku yang menghuni wilayah Intan Jaya. Yakni, suku Moni, Dani, Wolani, dan Duga. Bahkan, Oktovianus pernah menikah dengan perempuan asal Jawa namun bahtera rumah tangga yang dibangun antara Oktovianus dan perempuan asal Jawa itu tidak bertahan lama.